Sumber : Lpm Pabelan |
Mendengar kata mahasiswa, mungkin akan umum kita dengar
berbagai predikat seperti agent of change, control social, dan iron stock.
Sehingga banyak harapan terpupuk agar mahasiswa memiliki kepekaan dan
kepedulian terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat. Namun, masih pantaskah
predikat tersebut melekat pada mahasiswa sekarang? Dilihat dari kondisi saat
ini, mahasiswa masih banyak bersikap apatis dan atau tak peduli terhadap apa
yang terjadi di sekitarnya. Mereka lebih asyik di dunianya sendiri, lebih asyik
dengan gadgetnya, medsosnya, dan game-nya. Mereka lupa akan tugas
dan tanggungjawabnya sebagai mahasiswa
yang menjujung tinggi nilai-nilai Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Kurangnya kesadaran mahasiswa akan arti dari Tri Dharma
Perguruan Tinggi inilah yang
memprihatinkan bagi mahasiswa sekarang dan masa depan bangsa ini. Mahasiswa
mulai mengalami degradasi pengetahuan. Mahasiswa mulai terlena dengan
perkembangan teknologi yang mulai canggih yang seharusnya mampu menggunakannya
dengan bijak sesuai keperluannya.
Ruang-ruang diskusi mulai pudar, tempat-tempat nongkrong mulai diisi dengan bermain gadget. Cuek terhadap teman disebelahnya. Seru-seru sendiri, ketawa-ketawa sendiri dengan gadget yang dipegangnya. Apalah arti kumpul jika kita sibuk dengan dunia kita sendiri? Apalah arti kebersamaan jika kita sendiri tak peduli teman disebelah kita? Apalah arti semua itu jika kita sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain namun tidak acuh terhadap apa yang ada di sekitar kita?
Inilah kondisi mahasiswa sekarang sepenglihatan saya, walaupun tidak semua mahasiswa seperti itu. Namun saya tidak sepenuhnya menyalahkan mahasiswa seperti itu, hanya saja saya merasa prihatin melihat keadaan mahasiswa sekarang. Entah obrolannya mulai kurang berkualitas atau bagaimana sehingga yang saya lihat teman-teman mahasiswa saya lebih asyik bermain gadgetnya.
Menghidupkan budaya intelektual merupakan hal yang penting, khususnya bagi mahasiswa untuk menumbuhkan kekritisan, kepekaan, dan pengetahuan dalam mengetahui isu dan permasalahan yang ada di negeri tercinta ini. Orientasi kuliah yang keliru juga menjadi salah satu penyebab mahasiswa bersikap apatis. Mahasiswa sudah terbiasa didoktrin kuliah hanya untuk kerja,kerja, dan kerja, sukses finansial. Hanya dengan mengandalkan lembaran manuskrip ijazah kelulusan. Mereka berlomba-lomba untuk lulus cepat dan berharap mendapatkan pekerjaan yang sesuai apa yang diinginkan. Hal tersebut tidaklah mudah seperti yang kita pikirkan.
Dunia kerja itu berat, banyak hal yang harus kita lakukan untuk mencapai kesuksesan finansial dan itu melalui proses yang panjang. Bisa dilihat disekitar kita banyak lulusan Sarjana masih menganggur karena hanya mengandalkan manuskrip ijazah. Mereka terkadang lupa yang diperlukan dalam dunia kerja tidak hanya manuskrip ijazah saja. Perlunya skill, pengalaman, dan kreativitas, bahkan harus mampu berkerjasama dalam suatu kelompok kerja. Hal tersebut terkadang tidak diajarkan dalam bangku kuliah, karena kita hanya diajarkan teori tapi untuk aktualisasi dari teori tersebut jarang dilakukan.
Mengapa sebagai mahasiswa perlu mengikuti organisasi? Alasannya, karena organisasi dapat berperan sebagai sarana untuk mengekpresikan dan mengembangkan
keilmuan yang didapat dari bangku kuliah. Ini menjadi nilai tambah tersendiri
untuk melatih softskill kita yang nantinya
berguna dalam dunia luar.
Sebagai mahasiswa kita harus sadar akan nilai-nilai Tri
Dharma Perguruan Tinggi yang perlu kita pahami, lantas kita aplikasikan dalam
masyarakat untuk menciptakan penerus-penerus bangsa yang berkualitas yang
berguna bagi bangsa dan negaranya. Tri Dharma tersebut pertama, pendidikan dan
pengajaran; mahasiswa yang belajar berbagai macam ilmu di Perguruan Tinggi,
baik didapat dalam bangku kuliah maupun organisasi dengan berbagai sumber dan
berdasarkan pengalaman masing-masing. Mahasiswa yang sudah menyelesaikan masa
studinya di Perguruan Tinggi dituntut untuk mentransfer ilmunya kepada
masyarakat.
Kedua, penelitian dan pengembangan; mahasiswa yang melakukan penelitian dan mengembangkan serta mengaplikasikannya dengan harapan bermanfaat bagi masyarakat. Sebagaimana quote indah dari Pramoedya Ananta Toer, “ Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Ketiga, pengabdian masyarakat; mahasiswa dipersiapkan untuk mengabdi kepada masyarakat dengan dibekali ilmu yang cukup untuk mengadakan aktivitas-aktivitas yang dapat dirasakan langsung manfaat. Mahasiswa yang baik dan cerdas tidak hanya paham tapi harus mampu melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan sepenuh hati dengan tujuan yang baik yaitu mencerdaskan bangsa.
Kusuma Nuryana Avianta, Pemimpin Umum LPM Motivasi
2018
*Tulisan ini pernah
dimuat di Buletin AK-47 Lembaga Pers Mahasiswa Motivasi FKIP UNS, Edisi 168.
Diunggah dengan beberapa perubahan.